POSTWARTA.COM – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa akan menyalurkan dana Rp 200 triliun ke perbankan nasional mulai hari ini, Jumat (12/9/2025). Langkah ini bertujuan untuk memperkuat likuiditas bank agar penyaluran kredit semakin deras, sekaligus menjadi upaya menggerakan roda perekonomian di tengah perlambatan kredit.
Berikut 5 fakta terkait kebijakan Menteri Keuangan Purbaya yang barus saja menjabat 3 hari tersebut:
Purbaya menegaskan Kementerian Keuangan akan menarik uang pemerintah, di antaranya Saldo Anggaran Lebih (SAL) dan Sisa Lebih Pembayaran Anggaran (SiLPA), yang totalnya sekitar Rp 425 triliun. SAL ini berada rekening pemerintah di BI. Dia menuturkan akan menarik Rp 200 triliun dan mengembalikannya ke sistem perekonomian.
“Jadi tugas saya di sini adalah menghidupkan kedua mesin tadi, mesin moneter dan mesin fiskal. Saya sekarang punya Rp 425 triliun di BI cash. Besok saya taruh (ke sistem) Rp 200 triliun,” tegasnya.
Purbaya mengambil keputusan untuk mencairkan dana mengendap tersebut pada hari ketiga dirinya menjabat sebagai Menteri Keuangan. Dirinya pun menekankan, kebijakan ini sudah mendapat restu dari Presiden Prabowo Subianto.
Hal ini ditegaskan Purbaya saat ditemui di Istana Presiden.
“Sudah, sudah setuju,” tegas Purbaya.
Purbaya menjelaskan, dana tersebut merupakan kas negara. Pemindahan dana ke perbankan bukan dalam bentuk pinjaman melainkan tambahan likuiditas agar bisa menggenjot penyaluran kredit.
Adapun, enam bank tersebut a.l. empat bank Himbara, yaitu Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri, Bank Tabungan Negara (BTN), Bank Negara Indonesia (BNI), dan dua bank syariah. Salah satu bank syariah tersebut adalah Bank Syariah Indonesia (BSI).
Purbaya menekankan bahwa tujuan utama kebijakan tersebut adalah agar sektor swasta tetap bergerak dan tidak kekeringan likuiditas. “Itu dulu kita memastikan sektor swasta jalan nanti kita lihat butuhnya berapa lagi. Kita pelajari dampaknya,” tegasnya.
Menurutnya, suntikan dana tersebut akan memaksa para perbankan untuk bekerja lebih keras menggenjot penyaluran kredit agar tidak terjadi pembayaran suku bunga kepada nasabah lebih besar daripada yang diterima dari penyaluran pinjaman atau negative spread.
“Mereka pintar untuk mencari proyek-proyek yang bagus untuk menyalurkan dana itu supaya tidak mengalami negative carry, negative spread. Jadi dengan cara itu, hampir pasti uang akan nyebar di sistem perekonomian dan ekonomi akan tumbuh lebih cepat. Kredit pasti akan tumbuh lebih cepat dari yang sekarang,” tegasnya.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memastikan, telah berbicara dengan pihak perbankan untuk tidak menggunakan dana kas negara senilai Rp 200 triliun, yang akan dipindahkan pemerintah dari BI ke sistem keuangan dalam negeri untuk membeli surat berharga, seperti SBN ataupun SRBI.
“Kita sudah bicara dengan pihak bank, janganlah beli SRBI atau SBN,” ucap Purbaya di kawasan Gedung DPR, Jakarta, Kamis (11/9/2025).
Dana kas negara yang berasal dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) di BI itu memang ditujukan untuk mempertebal likuiditas perekonomian, seperti mendorong pertumbuhan peredaran uang primer atau M0.
Oleh sebab itu, ia menekankan, dana itu harus terus disalurkan untuk menggerakkan perekonomian ke depannya, seperti dengan penyaluran kredit atau pembiayaan.
“Kalau ditaruh di brankas, rugi dia. Misalnya enggak ditaruh di BI lagi ya, Rugi dia kan? Dia akan terpaksa menyalurkan dalam bentuk kredit,” ucap Purbaya.
“Jadi yang kita paksa adalah diberi bahan bakar supaya market mechanism berjalan sehingga mereka terpaksa menyalurkan, bukan terpaksa, yang biasanya tadi santai-santai, terpaksa berpikir lebih keras sedikit,” tegasnya.
Purbaya menilai selama ini ada kesalahan pengelolaan kebijakan fiskal dan moneter yang memicu kekeringan likuiditas di masyarakat sehingga menahan laju pertumbuhan ekonomi. Padahal, menurutnya, likuiditas menjadi kunci untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi.
Dia mengungkapkan kesalahan pengelolaan likuiditas ini kerap berulang. Bahkan, pada 2025, hal tersebut kembali terjadi. Pada Mei 2025, uang beredar kembali turun hingga capai 0% pada Agustus. Padahal, empat bulan pertama tahun ini, uang beredar sempat meningkat. Bahkan, tumbuh hingga 7% pada April 2025.
Purbaya menjelaskan penempatan ini tidak menimbulkan biaya bagi pemerintah, tetapi secara otomatis akan memaksa bank mengelola dana tersebut agar memberikan imbal hasil.
“Tapi kan bank gak akan mendiamkan uang itu, itu gak ada cost nya. Dia akan terpaksa mencari return yang lebih tinggi dari cost. Disitulah mulai pertumbuhan kerja tumbuh. Jadi saya memaksa market mekanisme berjalan dengan memberi senjata ke mereka.
Inisiatif tersebut merupakan percobaan tahap awal. Purbaya menjelaskan jika skema tersebut berhasil pemerintah akan melanjutkan kebijakan tersebut secara bertahap hingga terlihat dampak signifikan terhadap perekonomian.
“Ini percobaan pertama. Nanti kita akan berlanjut terus sampai kita lihat ada impact yang signifikan dari sistem,” ujarnya. (BDO)