POSTWARTA.COM – Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait, menargetkan Jawa Timur menyerapan 15% atau sekitar Rp 20 triliun dari Rp 130 triliun Kredit Usaha Rakyat (KUR) Perumahan yang dialokasikan pemerintah secara nasional pada tahun ini untuk mempercepat pemerataan akses hunian layak di seluruh Indonesia.
Dalam kunjungannya ke Surabaya, Maruarar atau akrab disapa Ara menegaskan bahwa Jawa Timur memiliki potensi besar untuk menjadi motor utama penyaluran KUR perumahan. Dengan struktur ekonomi yang kuat, dukungan sektor industri, dan ekosistem UMKM yang luas, provinsi ini dinilai paling siap mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis perumahan rakyat. “Saya percaya potensi Jawa Timur luar biasa. Bank Jatim bisa menjadi penggerak utama pembiayaan rumah subsidi karena ekosistem industrinya sangat lengkap,” ujar Ara saat Sosialisasi KUR Perumahan dan FLPP di Surabaya, Kamis(16/10/2025) malam.
Menteri Ara menjelaskan, pembangunan rumah rakyat bukan hanya proyek infrastruktur sosial, tetapi juga penggerak ekonomi daerah. Dari satu proyek perumahan, kata dia, lahir ribuan lapangan kerja baru,mulai dari kontraktor, toko bangunan, tukang, hingga pelaku UMKM seperti katering dan transportasi. “Multiplayer effect dari rumah subsidi itu sangat besar. Bukan hanya developer dan bank yang bergerak, tapi juga usaha kecil di sekitar lokasi proyek,” ujarnya.
Untuk itu, ia meminta agar seluruh pemangku kepentingan di Jawa Timur,mulai dari pemerintah daerah, perbankan, asosiasi pengembang, akademisi, hingga pelaku UMKM,bergerak bersama mendukung penyaluran KUR perumahan. Kolaborasi lintas sektor menjadi kunci agar program ini dapat memberikan dampak ekonomi luas sekaligus mempercepat kepemilikan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Dalam kesempatan tersebut, Maruarar juga menyoroti pentingnya keterlibatan civitas akademika dan jaringan alumni kampus besar seperti Unair dan ITS. Ia menilai, banyak alumni kedua kampus itu kini menjadi pelaku UMKM yang potensial menjadi penerima manfaat program KUR dan FLPP. “Sayang kalau alumni Unair dan ITS hanya jadi penonton. Mereka harus ikut terlibat, gunakan jaringan alumni untuk mengakses pembiayaan rumah,”;tegasnya.
Program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang dikelola pemerintah menawarkan subsidi bunga tetap sebesar 5 persen per tahun. Menurut Ara, bunga pinjaman ini jauh lebih ringan dibandingkan pinjaman konvensional maupun pinjaman online (pinjol). Ia bahkan sempat bertanya langsung kepada pelaku UMKM apakah subsidi bunga 5 persen itu menarik, dan dijawab serentak, “Sangat menarik”.
Di sisi lain, persoalan pinjaman online menjadi hambatan nyata dalam pengajuan kredit rumah bagi masyarakat kecil. Banyak warga ditolak pengajuan KPR-nya akibat rekam jejak pinjol. Menyikapi hal itu, Ara kembali menegaskan perlunya kebijakan publik yang berpihak. “Saya keliling ke seluruh Indonesia, dan persoalannya hampir sama. Sudah waktunya kita bertindak nyata,” ujarnya.
Menteri Ara mengusulkan dua langkah konkret. Pertama, adanya relaksasi atau pemutihan bagi warga yang ingin membeli rumah namun memiliki riwayat pinjaman online. Kedua, ia mendorong agar pemerintah meninjau ulang regulasi pinjol karena dampak negatifnya terhadap ekonomi rakyat kecil sangat besar. “Saya pribadi lebih setuju pinjol dilarang di Indonesia, karena lebih banyak negatifnya,” katanya tegas.
Ia menilai langkah tersebut sejalan dengan visi pemerataan pembangunan dan keadilan sosial. Ia menegaskan bahwa pembangunan rumah subsidi tidak hanya menuntaskan kebutuhan papan, tetapi juga memperkuat ekonomi rakyat dari bawah. “Ketika masyarakat punya rumah sendiri, mereka punya rasa aman, punya motivasi lebih untuk bekerja. Dari situ ekonomi daerah ikut tumbuh,” ujarnya.
Ia menargetkan Jawa Timur menjadi provinsi dengan penyaluran KUR dan FLPP perumahan terbesar kedua secara nasional pada akhir tahun nanti. saat ini Jatim masih dirangking ke 4, setelah Jawa Barat, Jawa Tengah dana Sulawesi Selatan. Dengan potensi penyerapan Rp20 triliun, program ini diproyeksikan memberikan efek domino terhadap pertumbuhan ekonomi di berbagai sektor, terutama industri bahan bangunan, jasa konstruksi, dan perdagangan lokal.
Selain itu, kolaborasi dengan pihak swasta juga terus digalakkan. Dalam kunjungannya, Ara bersama rombongan meninjau langsung proyek pembangunan hunian subsidi di Citraland Surabaya yang dikerjakan melalui skema non-APBN oleh pihak pengembang. Peninjauan dilakukan untuk memastikan kesiapan lokasi serta komitmen pengembang dalam mendukung percepatan penyediaan rumah layak bagi masyarakat.
Senada dengan Maruarar, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian yang juga ikut dalam kunjungan tersebut menambahkan bahwa pemenuhan kebutuhan dasar rakyat berupa pangan dan papan menjadi prioritas pemerintahan baru. Ia menjelaskan, masih terdapat 99 juta penduduk Indonesia belum memiliki rumah, dan lebih dari 3 juta rumah tidak layak huni. Karena itu, pemerintah meluncurkan program pembangunan dan renovasi 3 juta rumah sebagai langkah strategis memperkuat ketahanan sosial-ekonomi rakyat.
Tito menyebut, program 3 juta rumah akan menciptakan efek berantai di berbagai sektor. Dunia perbankan akan terdorong lebih kompetitif, sektor kontraktor hidup kembali, dan ekonomi daerah bergerak. Bahkan, program ini diperkirakan mampu menumbuhkan ekonomi nasional hingga 2 persen. “Ada intervensi nyata pemerintah, dan itu yang membuat kita optimis,” kata Tito.
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa yang turut mendampingi kunjungan tersebut menegaskan bahwa tantangan terbesar di Jawa Timur adalah masih banyaknya keluarga tanpa rumah layak. Berdasarkan data tahun 2024, terdapat 1.866.607 keluarga atau 7,94 persen masyarakat Jawa Timur yang belum memiliki rumah sendiri. “Masih banyak PR kita dalam menyediakan hunian layak bagi seluruh warga. Karena itu, dukungan dari semua pihak sangat dibutuhkan,” kata Khofifah.
Ia juga menyoroti persoalan lahan yang kerap menjadi kendala pembangunan rumah rakyat. Sebagian lahan di Jawa Timur telah ditetapkan sebagai sawah abadi, namun melalui kebijakan baru, pemerintah memberikan fleksibilitas untuk konversi lahan dengan luasan pengganti di wilayah lain. Di Kabupaten Gresik, misalnya, sekitar 4.000 hektare lahan telah mendapat persetujuan konversi dari Kementerian ATR/BPN dengan penggantian lahan di Pulau Bawean (AMR)