HukumUmum

Fenomena Gunung Es Kekerasan Rumah Tangga di Kalangan Pegawai Instansi Pemerintah: Usai Aceh, Giliran Surabaya

257
×

Fenomena Gunung Es Kekerasan Rumah Tangga di Kalangan Pegawai Instansi Pemerintah: Usai Aceh, Giliran Surabaya

Sebarkan artikel ini

POSTWARTA.COM – Bak fenomena gunung es, kasus suami menceraikan istri setelah mendapatkan posisi atau pekerjaan yang lebih mapan kembali mencuat. Setelah sempat ramai di media sosial mengenai kasus serupa di Aceh yang melibatkan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K), kini masalah dugaan penelantaran rumah tangga mencuat di Kota Pahlawan, Surabaya.

Seorang perempuan bernama Anandari Prila Rizky Pratiwi (39), atau akrab disapa Prila, melaporkan dugaan penelantaran yang dilakukan oleh suaminya, Galih Satria Alit Widikusuma (36), seorang pegawai di Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas.

Prila mengaku telah dua tahun ditinggalkan tanpa nafkah yang layak dan kini harus menghadapi gugatan cerai dari sang suami.

Diusir Saat Menggendong Anak, Digugat Cerai Usai Ditemukan Dekat dengan Wanita Lain

Prila, ibu dua anak ini, awalnya sempat menerima kondisi rumah tangganya. Namun, titik puncaknya adalah ketika ia diusir dari rumah kontrakan dan kemudian sang suami melayangkan gugatan cerai setelah Prila menemukan fakta kedekatan suaminya dengan perempuan lain yang dikenal melalui media sosial.

“Saya diusir siang hari, sambil gendong anak. Baju saya dilempar keluar kemudian pintu rumah dikunci. Bahkan saat itu ada tukang service AC di rumah dan melihat semuanya,” ungkap Prila, yang kini tinggal di kawasan Waru, Sidoarjo, pada Kamis (13/11/2025). Peristiwa pengusiran itu terjadi pada tahun 2023, saat ia masih menggendong anak mereka yang berusia tiga tahun.

Prila menjelaskan, awal mula keretakan rumah tangga yang dibangun sejak menikah pada tahun 2021 itu bermula dari hal sepele, yakni penolakannya untuk mengganti nomor ponsel dan tetap menggunakan media sosial. Hubungan keduanya semakin memburuk setelah Prila kehilangan pekerjaan di perusahaan swasta akibat pandemi COVID-19.

READ  Korlantas Polri Bekukan Sirene Pejabat, Evaluasi Penggunaan Rotator Setelah Banyak Keluhan

Meski demikian, Prila menduga kuat adanya pihak ketiga. “Meski saya menduga ada orang ketiga saya tidak mau membahasnya. Saya hanya ingin keadilan itu saja,” tegasnya.

Menunggu Mediasi, Malah Digugat Cerai


Berbagai upaya telah dilakukan Prila untuk menyelesaikan masalah ini. Ia telah membuat laporan ke www.lapor.go.id, melaporkan ke kantor suaminya bekerja di BBWS Brantas untuk dimediasi, hingga melapor ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPA) Nginden Semolo, Surabaya.

“Saya sudah mengajukan permohonan mediasi di BBWS Brantas dan sedang menunggu proses lanjutan. Namun suami malah menggugat saya saat saya menunggu proses pemanggilan mediasi dari kantor BBWS Brantas,” ujarnya.

Prila menuturkan, selama tidak lagi tinggal serumah, suaminya hanya memberikan nafkah sebesar Rp500 ribu dua bulan sekali, “Itupun tidak rutin,” tambahnya.

Wanita berusia 39 tahun ini juga merasa janggal dengan waktu gugatan cerai yang diajukan suaminya. Menurutnya, gugatan perceraian yang diajukan Galih ke Pengadilan Agama pada 5 September 2025 terasa tidak sesuai dengan keterangan dari kantor suaminya bahwa suaminya baru melaporkan gugatan cerai pada 16 Oktober 2025.

Prila berharap laporannya ke berbagai lembaga dapat mendapat perhatian dan ditindaklanjuti sesuai prosedur hukum. Ia juga secara khusus meminta agar instansi tempat suaminya bekerja turut menegakkan kode etik aparatur negara, terutama dalam tanggung jawab terhadap keluarga.

“Saya hanya ingin ada keadilan, baik untuk saya maupun anak saya,” pungkasnya. (SWP)