POSTWARTA.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan empat tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengurusan dana hibah kelompok masyarakat (pokmas) pada APBD Jawa Timur tahun anggaran 2019–2022. Penetapan ini merupakan pengembangan perkara yang sebelumnya menyeret mantan Wakil Ketua DPRD Jatim, Sahat Tua Simanjuntak.
Keempat tersangka tersebut adalah Hasanuddin (anggota DPRD Jatim 2024–2029 sekaligus pihak swasta), Jodi Pradana Putra (swasta asal Kabupaten Blitar), Sukar (mantan Kepala Desa di Kabupaten Tulungagung), dan Wawan Kristiawan (swasta dari Kabupaten Tulungagung). Mereka disebut sebagai pemberi suap kepada mantan Ketua DPRD Jatim, Kusnadi.
“Terhadap keempat tersangka dilakukan penahanan selama 20 hari pertama, terhitung mulai tanggal 2 hingga 21 Oktober 2025,” ujar Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (2/10/2025).
Sementara itu, satu tersangka lain, A. Royan, belum ditahan dengan alasan kesehatan. Asep menegaskan, penahanan dilakukan untuk mendalami dugaan praktik suap yang melibatkan Kusnadi serta pihak pemberi lainnya.
Dalam rekonstruksi perkara, Kusnadi disebut menerima jatah fee dari anggaran hibah pokir sebesar 15–20 persen. Dari total Rp398,7 miliar anggaran hibah 2019–2022, Kusnadi diduga mengantongi Rp32,2 miliar. “Sehingga dana pokir yang betul-betul digunakan untuk program masyarakat hanya sekitar 55 hingga 70 persen dari anggaran awal,” ungkap Asep.
Sebagai bagian dari penyidikan, KPK turut menyita sejumlah aset milik Kusnadi. Di antaranya tiga bidang tanah seluas 10.566 meter persegi di Kabupaten Tuban, dua bidang tanah dan bangunan dengan total luas 2.166 meter persegi di Kabupaten Sidoarjo, serta satu unit kendaraan Mitsubishi Pajero.
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b, atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
KPK menegaskan, penyitaan aset dan penetapan pasal ini merupakan langkah untuk menelusuri aliran dana sekaligus memulihkan kerugian negara akibat dugaan praktik korupsi dana hibah tersebut. (OAI)