BisnisEkonomiUmum

Hipmi Minta Cukai Rokok Proporsional: Jaga Pekerja, Petani, dan Penerimaan Negara.

322
×

Hipmi Minta Cukai Rokok Proporsional: Jaga Pekerja, Petani, dan Penerimaan Negara.

Sebarkan artikel ini

POSTWARTA.COM – Kebijakan cukai rokok yang kini mencapai 57% dinilai perlu ditempatkan secara proporsional. Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) mengingatkan pemerintah agar tidak hanya fokus pada kesehatan masyarakat, tetapi juga mempertimbangkan dampak sosial ekonomi bagi jutaan pekerja, petani, dan pelaku usaha kecil yang bergantung pada industri hasil tembakau.

Hal ini disampaikan oleh Ketua Badan Pengurus Pusat HIPMI Bidang Sinergitas Danantara dan BUMN, Anthony Leong, dalam keterangannya di Jakarta, Senin (21/9/2025). Menurutnya, pemerintah memang memiliki kewajiban untuk mengendalikan konsumsi rokok, namun setiap keputusan fiskal harus sejalan dengan dampak yang muncul di lapangan.

“HIPMI melihat pentingnya menjaga kesinambungan industri agar jutaan pekerja dan petani tidak kehilangan mata pencarian,” ujar Anthony. Ia menambahkan, kebijakan cukai harus dibarengi strategi transisi yang jelas, seperti pengawasan peredaran rokok ilegal dan program diversifikasi ekonomi.

Anthony menyoroti, jika kenaikan harga rokok legal terlalu tinggi, konsumen berpotensi beralih ke produk ilegal. Kondisi ini tidak hanya merugikan penerimaan negara, tetapi juga berpotensi memperburuk masalah kesehatan karena produk ilegal tidak melalui standar pengawasan yang ketat.

“Ketika harga resmi naik drastis, risiko peredaran rokok ilegal semakin besar. Ini ironis, karena tujuan kesehatan tidak tercapai, sementara tenaga kerja di industri legal justru terancam,” tegas Anthony.

Apindo Desak Kepastian Kebijakan

Senada dengan HIPMI, kalangan dunia usaha melalui Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) juga menilai tarif cukai saat ini sudah sangat tinggi. Apindo sebelumnya telah menegaskan agar pemerintah tidak lagi menaikkan tarif cukai yang berpotensi melemahkan daya saing industri padat karya dan mendorong peredaran produk ilegal. Apindo mendorong pemerintah untuk lebih memprioritaskan kepastian kebijakan, perbaikan administrasi, dan insentif bagi sektor padat karya daripada terus menambah beban fiskal.

READ  PTPP Gunakan Hydroseeding di Bendungan Bagong, Infrastruktur Ramah Lingkungan Trenggalek

Fokus pada Kesejahteraan Petani Tembakau

Lebih lanjut, Anthony Leong juga menyoroti nasib petani tembakau dan cengkeh. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, luas lahan tembakau di Indonesia mencapai lebih dari 230 ribu hektare dengan produksi ratusan ribu ton per tahun. Penurunan permintaan rokok, menurutnya, akan langsung memukul harga jual di tingkat petani.

Anthony menekankan pentingnya penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) secara tepat sasaran. Anggaran tersebut, katanya, sebaiknya diprioritaskan untuk pemberdayaan petani, pelatihan ulang bagi buruh yang terdampak, serta diversifikasi komoditas agar masyarakat tidak hanya bergantung pada tembakau.

Untuk menciptakan keseimbangan, Anthony mengusulkan pemerintah untuk mengatur kenaikan cukai secara bertahap melalui peta jalan (roadmap) multiyears. Langkah ini dinilai lebih bijak daripada kenaikan melonjak dalam satu periode, sehingga industri memiliki ruang untuk beradaptasi. Ia juga mendorong dialog reguler antara pemerintah, pelaku usaha, dan organisasi pekerja.

“Cukai memang harus mengendalikan konsumsi, tapi jangan sampai menambah masalah baru di lapangan. Kita ingin ada keseimbangan, yaitu penerimaan negara naik, kesehatan masyarakat terjaga, dan tenaga kerja tetap terlindungi,” tutup Anthony.

Ia optimistis pendekatan berimbang ini akan membantu Indonesia mencapai dua tujuan sekaligus, yaitu mengurangi prevalensi merokok—yang saat ini sekitar 28% dari populasi dewasa—dan menjaga kontribusi industri hasil tembakau yang pada 2024 menyumbang lebih dari Rp230 triliun ke kas negara. (ETR)